Beranda | Artikel
Menaiki Kendaraan Terlaknat
Senin, 11 April 2016

Menaiki Kendaraan Terlaknat

Tadz, apa benar ketika kita melaknat sebuah benda seperti “bangsat mobil sialan”  maka konsekuensinya adalah kita tidak boleh menggunakan benda tersebut lagi? dan harus menjualnya dan tidak boleh diambil hasilnya.

Toni – Bawean

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Sahabat Imran bin Hushain bercerita,

Dalam salah satu safarnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada seorang wanita anshar yang ikut dalam rombongan, naik unta tunggangannya. Tiba-tiba wanita ini marah dan melaknat ontanya. Ternyata ucapannya didengar oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau bersabda,

خُذُوا مَا عَلَيْهَا وَدَعُوهَا فَإِنَّهَا مَلْعُونَةٌ

Ambil semua barang yang ada di atasnya, dan biarkan onta ini berkeliaran. Karena onta ini telah dilaknat.

Kata sahabat Imran,

Aku lihat onta itu berkeliaran di tengah rombongan dan tidak ada satupun yang menangkapnya. (HR. Ahmad 19870 dan Muslim 6769)

Dalam riwayat lain, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha,

Bahwa beliau pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam salah satu safar. Tiba-tiba A’isyah melaknat ontanya. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar ontanya dikembalikan. Beliau bersabda,

لَا يَصْحَبُنِي شَيْءٌ مَلْعُونٌ

“Jangan sampai ada benda terlaknat yang menyertaiku.” (HR. Ahmad 24434 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Ulama berbeda pendapat dalam memahami larangan ini,

Pertama, bahwa larangan ini hanya khusus berlaku untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Artinya, onta yang dilaknat oleh pemiliknya, tidak boleh menyertai perjalanan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja. Namun boleh saja ditunggangi, selama tidak bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam paham, bahwa doa laknat ini mustajab.

An-Nawawi mengatakan,

واعلم أن هذا الحديث قد يستشكل معناه ولا إشكال فيه، بل المراد النهي أن تصاحبهم تلك الناقة، وليس فيه نهي عن بيعها وذبحها وركوبها في غير صحبة النبي صلى الله عليه وسلم، بل كل ذلك وما سواه من التصرفات جائز لا منع منه؛ إلا من مصاحبته صلى الله عليه وسلم بها

Pahami bahwa bisa jadi makna hadis ini membingungkan, padahal aslinya tidak membingungkan. Maksudnya di sini adalah larangan untuk menyertakan onta itu dalam perjalanan mereka. Bukan maknanya larangan untuk menjualnya, menyembelihnya atau menaikinya untuk safar yang tidak bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semua kegiatan di atas dibolehkan, tidak ada larangannya. Selain onta itu tidak boleh menyertai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Riyadhus Sholihin, Tahqiq Dr. al-Fahl, 2/201)

Kedua, bahwa larangan ini dalam rangka memberi hukuman untuk pemilik. Karena ruang kepemilikannya dibatasi disebabkan kata laknat yang dia sampaikan untuk kendaraannya. Sehingga, sekalipun dia pemilik onta itu, namun dia tidak boleh menaikinya karena telah melaknatnya.

Ibnu Muflih mengatakan,

فيتوجه احتمال أن النهي عن مصاحبتها فقط؛ ولهذا روى أحمد من حديث عائشة أنه عليه السلام أمر أن ترد وقال: لا يصحبني شيء ملعون، ويحتمل مطلقا من العقوبة المالية لينتهي الناس عن ذلك هو الذي ذكره ابن هيبرة في حديث عمران، ويتوجه على الأول احتمال إنما نهى لعلمه باستجابة الدعاء، وللعلماء كهذه الأقوال

Larangan dalam hadis ini dipahami khusus jika dia menyertai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja. Karena itu, berdasarkan riwayat Ahmad dari hadis Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan agar onta yng dilaknat itu dikembalikan. Beliau bersabda, “Jangan sampai ada benda terlaknat yang menyertaiku.”

Bisa juga dipahami bahwa ini sebagai hukuman pembatasan terhadap penggunaan harta (uqubah maliyah), agar masyarakat tidak meniru perbuatan itu. Ini seperti yang disampaikan Ibnu Hubairah dalam hadis Imran.

Dan dipahami sebagaimana yang pertama, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tahu tentang doa yang mustajab. Ada ada banyak pendapat lainnya dari para ulama. (al-Furu’, 10/382).

Jika kita memahami sesuai pendapat pertama, berarti laknat pada kendaraan ini, khusus di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan tidak melebar sampai di zaman kita.

Kemudian, hadis ini juga memberikan pelajaran agar kita tidak mudah melepas kata laknat dan celaan kepada benda apapun. Dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا لَعَنَ شَيْئًا صَعِدَتِ اللَّعْنَةُ ‏إِلَى السَّمَاءِ فَتُغْلَقُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ دُونَهَا، ثُمَّ تَهْبِطُ إِلَى الْأَرْضِ فَتُغْلَقُ أَبْوَابُهَا دُونَهَا، ثُمَّ تَأْخُذُ يَمِينًا وَشِمَالًا، فَإِذَا لَمْ تَجِدْ ‏مَسَاغًا رَجَعَتْ إِلَى الَّذِي لُعِنَ، فَإِنْ كَانَ لِذَلِكَ أَهْلًا وَإِلَّا رَجَعَتْ إِلَى قَائِلِهَا

Ketika seorang hamba melaknat sesuatu, maka laknat itu akan naik ke langit. Kemudian semua pintu langit akan tertutup tidak menerimanya. Lalu laknat ini turun ke bumi, dan semua pintu bumi tertutup tidak menerimanya, lalu dia kebingungan ke kanan dan ke kiri. Setelah dia tidak punya ruang, maka dia menuju yang dilaknat. Jika laknatnya benar sasaran maka dia mengarah ke sana. Jika laknatnya tidak benar maka kemabali ke orang yang melaknat. (HR. Abu Daud 4907 dan dihasankan al-Albani).

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/26714-menaiki-kendaraan-terlaknat.html